The Story of Jokosambang
Long ago there was an area named
The west side of Japan Kulon was an autonomous district called Wirosobo with Betek, Mojoagung as the capital. The regent of this district was Tumenggung Ronggopermono, or better known as Tumenggung Betek. Tumenggung Betek was the brother in law of the regent of Japan Kulon because he married Nyai Wiyu's sister.
From the marriage between Tumenggung Alap-Alap Ronggopramiyo and Nyai Wiyu, a son was born. He was named Buang. Since he was still a little boy, Buang was prepared to inherit his father's position as the regent of Japan Kulon. Unfortunately, a terrible thing happened. The regent of Japan Kulon received garwa paringan or a gift-bride from Jakatingkir, the Sultan of Pajang. The bride whose name was Raden Ayu Telasih was already three months pregnant when she was sent to Japan Kulon. The Sultan demanded that the unborn child would be the future regent of Japan Kulon if it would be a boy.
This condition certainly made Buang angry, so he planned to kill Raden Ayu Telasih. The regent of Japan Kulon was aware of this danger, and he moved Raden Ayu Telasih from Pugeran area to the place of the regent of Wirosobo in Mojoagung.
Later on, the child was born, and he was named Jokosambang. Buang continued his evil plan since he knew that the child was a boy.
With the help of supernatural criminals named Cluring and Clorong from Trowulan, the child was kidnapped successfully. When they arrived to a river called Kaligunting, one of the criminal heard the sound of someone emptying a rice pot by hitting it to the ground. He thought that it was already morning, and he was frightened, so he hid the child there. Jokosambang was later found by Rondo Kaligunting, and she was the one who brought him up.
A night later, the criminals went back to the place where they hid the child. They were so shocked to find out that the child was gone. The criminals immediately told Buang about it, so Buang figured out how to face every possibilities. In fact, the regent of Wirosobo also knew that Jokosambang was in danger.
Jokosambang was actually the son of the Sultan of Pajang. The Sultan knew what happened to his son, but he could not do anything because there was a changing in politics that caused the center government of Pajang to move to Mataram.
The Wirosobo district was weak, but it did not get any help from the Sultan of Pajang. This condition was benefited by Buang to launch an attack. The attack was conducted when there was a procession from Wirosobo to Japan Kulon to celebrate the succession of Jokosambang.
Japan Wetan was conquered first, then Japan Kulon and Wirosobo. Soon afterward, Buang crowned himself as Adipati Mirunggo.
Jokosambang's life ended tragically. He was captured at a swamp near
Kurniawan NP
XII IPA 2/31
Riwayat Jokosambang
Dahulukala daerah Mojokerto bernama
Daerah sebelah Barat Japan Kulon berdiri sendiri sebagai Kabupaten yang bernama Wirosobo dengan pusatnya di daerah Betek, Mojoagung. Yang menjadi bupati adalah Tumenggung Ronggopermono atau dikenal dengan nama Tumenggung Betek. Tumenggung Betek ini masih saudara ipar dengan bupati Japan Kulon karena ia mengawini saudara Nyai Wiyu.
Tersebutlah dari perkawinan Tumenggung Alap-Alap Ronggopramiyo dengan Nyai Wiyuh lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Buang. Sejak kecil Buang dipersiapkan untuk pengganti ayahnya bupati Japan Kulon. Namun kemudian terjadi peristiwa yang tidak disangka-sangka. Bupati Japan Kulon mendadak menerima garwa paringan (kiriman calon istri) dari Jakatingkir yang menjadi Sultan Pajang. Garwa piringan yang bernama Raden Ayu Telasih ini sewaktu dikirim sudah dalam keadaan hamil 3 bulan. Sultan berpesan agar kelak bila bayi lahir laki-laki supaya ditunjuk sebagai pengganti bupati Japan Kulon. Dan tentu saja keadaan ini menyebabkan Buang sakit hati sehingga timbullah niat jahatnya untuk membunuh Raden Ayu Telasih. Bupati Japan Kulon melihat gelagat dan rencana jahat Buang terpaksa memindahkan istrinya yang semula dititipkan di daerah Pugeran ke tempat Bupati Wirosobo di Mojoagung.
Di kemudian hari ternyata jabang bayi lahir laki-laki dan diberi nama Joko Sambang. Rencana Buang tetap dilanjutkan setelah mendengar bahwa yang lahir adalah bayi laki-laki.
Dengan pertolongan brandal sakti dari daerah Trowulan yang bernama Cluring dan Clorong si bayi berhasil diculik. Sewaktu sampai di sebuah sungai yang bernama Kaligunting si brandal mendengar suara seseorang mengetrukkan bakul nasi. Dikiranya fajar telah tiba takut kesiangan maka bayi tersebut kemudian disembunyikan di situ. Akhirnya ditemukan oleh seorang yang dikenal dengan nama Rondo Kaligunting dan diasuhnya sampai dewasa.
Diceritakan brandal-brandal tersebut pada malam berikutnya menengok tempat disembunyikannya si bayi, betapa terkejutnya karena bayinya telah lenyap. Segera brandal-brandal sakti itu lapor pada Buang. Kemudian disusunnnya rencana untuk menghadapi segala kemungkinan. Perihal Jokosambang yang sedang dalam keadaan bahaya diketahui oleh Bupati Wirosobo.
Begitu pula Sultan Pajang juga mengetahui nasib putranya akan tetapi tidak dapat berbuat sesuatu karena adanya perubahan politik yang mengakibatkan berpindahnya pusat pemerintahan ke Mataram. Kelemahan Wirosobo yang tidak lagi mendapat dukungan Sultan Pajang kemudian dimanfaatkan oleh Buang untuk mengadakan penyerangan. Penyerangan dilaksanakan ketika berlangsung persiapan penobatan Jokosambang yang diarak dari Wirosobo ke Japan Kulon.
Japan Wetan berhasil ditaklukkan lebih dahulu kemudian berturut-turut Japan Kulon dan Wirosobo. Buang kemudian mengangkat dirinya dengan sebutan Adipati Mirunggo.
Nasib Jokosambang memang tragis. Ia tertangkap di sebuah rawa-rawa dekat sungai Brantas kemudian dibunuh. Mayat Jokosambang dilemparkan ke dalam rawa-rawa akhirnya ditemukan seorang nelayan pencari ikan yang menguburnya di suatu tempat yang dikenal dengan nama Jokosambang. Makam tersebut sudah cukup lama dibongkar bahkan nama Jokosambang telah diganti menjadi Jalan Jagung Suprapto.
Kurniawan NP
XII IPA 2/31
No comments:
Post a Comment