Monday, 2 February 2009

RORO JONGGRANG

Nama : Savitri Satya S
No : 31
Kelas : XII A 3

RORO JONGGRANG
Based on the legend, Sangkuriang had been separated by his mother, Dayang Sumbi, since his childhood. Yet, he was destined to meet his mother again. On his way home, he stopped at a small village and met and felt in love with a beautiful girl. He didn't realise that the village was his homeland and the beautiful girl was his own mother. They loved each other and discussed their wedding plan.
One day before the planned wedding, as Dayang Sumbi suddenly saw the scar on the head of Sangkuriang. She realized she had been in love with her own son who had left her twenty years ago. Horror stuck her, how could she marry her own son. She revealed the whole truth and persuade Sangkuriang to forget the marriage. But Sangkuring didn’t believe the truth and insisted at implementing the planned wedding. Dayang Sumbi set the impossible conditions that she would marry Sangkuriang if he provide her with a great lake by filling the whole valley by water and build a boat for them to sail in, all in one night. Sangkuriang accepted the condition. With the help of some guriangs (heavenly spirit / god in ancient Sundanese belief), he dammed the Citarum river with landslides. The water of the river rose and filled the plain changing it into a lake. A big tree was cut to make a boat.
When the dawn was just to come, the boat was almost complete. Dayang Sumbi realized that Sangkuriang would fulfill the condition she had set. Then she prayed to the mighty God to help her preventing the disgrace of a marriage between a mother and a son. With a wave of her supernatural shawl, she lit up the eastern horizon with flashes of light. Deceived by false dawn, cocks crowed and farmers rose for the new day.
Sangkuring thought that his endeavour failed. With all his anger, he kicked the boat he was making. The boat felt over and upside down, and it become mount Tangkuban Parahu (in Sundanese, tangkuban means upturned or upside down, and parahu means boat). The file of leftover woods for the boat became Mt. Burangrang and the rest of the big tree became Mount Bukit Tunggul. Meanwhile the lake became lake Bandung (lit. dam).
Centuries later the inhabitants of Bandung city knew by tradition of the existence of a former lake Bandung and the establishment of Mount Tangkuban Parahu. Not knowing anything of geology, but living under the taboos of spirits, ghosts, and gods, geologic facts were put together in a tale which was understandable, according to popular beliefs.

Terjemahan :
Berdasarkan legenda tersebut, diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan betina bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Banyak para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima. Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permitaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki diberi nama Sangkuriang.
Ketika Sangkuriang berburu di dalam hutan disuruhnya si Tumang untuk mengejar babi betina Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, lalu dibunuhnya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta KEPALA Sangkuriang dipukul dengan senduk yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka.
Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah TIMUR akhirnya sampailah di arah BARAT lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi – ibunya. Terjalinlah kisah kasih di antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan mejadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai unga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).

No comments: