Saturday, 30 May 2009

"Roro Anteng and Joko Seger" by:Suranto/11/XII IPA1

Roro Anteng And Joko Seger

Hundreds years ago, during the region of the last king of Majapahit, Brawijaya one of the King’s wife gave birth to a girl who was named Roro Anteng. Later this young princes married Joko Seger who came from a Brahman caste. Because of unfortunately situation the couple was forced to leave the kingdom. They settled down in the mountain area. The ruled the area and named it Tengger, which derived from the couple’s names Roro Anteng and Joko Seger.
After several years the region flourished in prosperity, but Roro Anteng and Joko Seger were unhappy because they did not have a child. Frustrated, they climbed the top of the mountain and prayed night and day that the Gods would listen. The prayer was heard and Bathara Bromo promised them many children. However the couple had to promise that would sacrifice their youngest hold in return.
Roro Anteng gave birth to child then another and another. In the end they had 25 children. Soon it was for them to sacrifice the youngest child, Kesuma. But the parent just could not do it. They tried to hide the child, but an eruption happened and Kesuma fell into the crater. There was silence before they heard a voice: “I have to be scarified so that you will all stay alive. From now on you should arrange an annual offering ceremony on the 14’ h of Kesodo (the twelfth month of Tenggerises calender”. It was Kesumas voice.
Kesuma’s brothers and sisters held the offering ceremony ever year. Invite ad of a human being, these people collected fruit, vegetables, rice, and meat to be offered to the Gods. And this has been done generation after generation until to day.







Suranto
11/XII IPA 1











Roro Anteng dan Joko Seger

Seratus tahun yang lalu, selama pemerintahan raja terakhir Majapahit, Brawijaya salah satu raja Majapahit istrinya melahirkan seorang anak perempuan yang bernama Roro Anteng. Kemudian putri muda ini menikah dengan Joko seger, seorang yang berasal dari Kota Brahmana. Karena kekacauan keadaan memaksa pasangan suami istri itu meninggalkan kerajaan. Mereka berlindung di bawah lereng gunung. Sesuai peraturan daerah itu dinamakan Tengger, yang nama singkatan dari nama suami istri Roro Anteng dan Joko Seger.
Sesudah beberapa tahun, pemerintahannya berkembang dan mencapai kemakmuran, tetapi Roro Anteng dan Joko Seger tidak merasa senang karena mereka tidak mempunyai seorang anak. Kecewa dengan hal itu, mereka mendaki puncak gunung dan bersembahyang malam hari dan hari itu dewa mendengarnya. Penyembah mendengarkan dan Bathara Bromo menjanjikan banyak anak kepada mereka. Namun, suami istri itu harus berjanji akan mengorbankan anak paling muda untuk dikembalikan.
Roro Anteng melahirkan seorang anak kemudian yang lain dan lainnya. Akhirnya mereka mempunyai anak sebanyak 25 orang. Selanjutnya salah satu dari mereka dikorbankan yang anak terakhir, Kesuma. Tetapi orang tuannya tidak akan melakukannya. Mereka mencoba untuk menyembunyikan anak itu, tetapi sebuah letusan terjadi dan Kesuma jatuh ke dalam kawah. Disini terasa sunyi sebelumnya mereka mendengar sebuah suara:”Saya akan dikorbankan “, maka perayaan itu kamu akan hidup, selamanya”. Dari sekarang padimu akan mengubah sebuah upacara pada ke-14 dari Kesodo (ke-12 bulan dari kalender Tengger) itu suara Kesuma
Saudara laki-laki dan perempuan Kesuma mengadakan perayaan upacara setiap tahun. Sebagai penganti dari seseorang manusia yakni orang-orang ini mengumpulkan buah, sayuran, beras, dan daging untuk disembahkan kepada dewa-dewi, Dan ini berlangsung dari turun temurun sampai hari ini.

Suranto
11/XII IPA 1