*The Story of Pari Temple*
Folklore from East Java
Folklore from East Java
A long time ago, an old man lived in Penanggungan Mountain. His name was Kiai Gede Penanggungan. He had supernatural power. Kiai Gede Penanggungan also had a beautiful daughter. Her name was Dewi Walangangin. Although very beautiful, she was not married yet. That's why Kiai Gede Penanggungan prayed days and nights for her daughter. Finally, God answered his prayer. A young handsome man came to his place. "My name is Jaka Pandelegan. I came here because I want to be your student. I want to learn a lot of things from you," said the young man. "I will take you as my student but you have to marry my daughter. Agree?" Jaka took a deep breath. Then he said,"Yes, I agree. I will marry your daughter." Both Dewi Walangangin and Jaka Pandelegan lived a happy marriage. Especially Jaka, he was even happier. Kiai Gede Penanggungan taught him many things. After several years living with Kiai Gede Penanggungan, now it was time for the couple to leave him and found a new life as husband and wife. "I know you can't live with me forever. Before you go, take this seed of pari. Every time people ask you, give them some. Don't be arrogant when you are rich." After that, the couple left him and brought pari seed. Pari means rice. Then, in the new place, they planted the seed. Soon, grew a lot of rice. Now the couple became very rich. The poor neighbours came to the couple to ask for some pari seed. "No way! If you want to eat, you have to work hard like me!" said Jaka. Kiai Gede Penanggungan heard his bad behaviour. So, he decided to visit him. He wanted to remind him about his promise. Kiai Gede Penanggungan immediately called their names when he arrived in the rice field. "Jaka Pandelegan, come here! I want to talk to you." But Jaka ignored him. He kept on doing his activity. "My daughter, Dewi. It's me, your father." But Dewi also ignored him. Kiai Gede Penanggungan was really angry. He then said, "You two are like temples. You cannot listen to me." Right after he said those words, an incredible thing happened. Slowly, Jaka and Dewi turned into temples. Because the temples stood among the pari, people then named them as Pari Temple.
*Candi Pari*
Pada waktu yang lalu, seorang tinggal di Gunung Penanggungan. Namanya adalah Kiai Gede Penanggungan. Ia mempunyai kekuatan tenaga gaib. Kiai Gede Penanggungan juga mempunyai seorang putri yang cantik. Namanya adalah Dewi Walangangin. Meski sangat cantik, dia belum menikah. Itulah sebabnya Kiai Gede Penanggungan berdoa setiap hari dan malam untuk putri nya. Akhirnya, Allah menjawab doa nya. Seorang manusia tampan yang muda datang ke tempat nya. "Nama saya adalah Jaka Pandelegan. Aku datang ke sini karena aku ingin menjadi siswa mu. Aku ingin belajar banyak berbagai hal dari anda," kata anak muda. "Aku akan menerima kamu sebagai siswa saya tetapi kamu harus menikahi putriku. Setuju?" Jaka menarik nafas dalam-dalam. Lalu ia berkata,"Ya, aku setuju. Aku akan menikahi putrimu." Keduanya Dewi Walangangin dan Jaka Pandelegan hidup dalam pernikahan yang bahagia. Terutama Jaka, ia bahkan lebih bahagia. Kiai Gede Penanggungan mengajari dia banyak hal. Setelah beberapa tahun tinggal dengan Kiai Gede Penanggungan, sekarang adalah waktu untuk pasangan itu untuk meninggalkan Beliau dan menemukan sebuah hidup yang baru sebagai suami dan istri. "Aku mengetahui anda tidak bisa menyesuaikan diri dengan aku selamanya. Sebelum anda pergi, mengambil benih padi. Setiap kali orang-orang meminta, beri mereka sebagian. Jangan angkuh ketika anda kaya." Setelah itu, pasangan meninggalkan dia dan membawa benih pari. Pari berarti beras. Lalu, di dalam tempat yang baru, mereka menanam benih. Sekarang, tumbuh banyak beras. Sekarang pasangan menjadi sangat kaya. Tetangga-tetangga yang miskin datang ke pasangan itu untuk meminta beberapa benih pari. "Tidak boleh! Jika anda ingin makan, anda harus bekerja keras seperti aku!" kata Jaka. Kiai Gede Penanggungan mendengar perilaku tidak baik nya. Maka, ia memutuskan untuk mengunjungi dia. Ia ingin mengingatkan dia tentang janjinya. Kiai Gede Penanggungan dengan segera memanggil nama mereka ketika ia tiba di sawah. "Jaka Pandelegan, kemari! Aku ingin bertemu dengan anda." Tetapi Jaka mengabaikan dia. Ia memilih untuk melakukan aktivitasnya. "Putri -Ku, Dewi. Ini adalah aku, ayahmu." Tetapi Dewi juga mengabaikan dia. Kiai Gede Penanggungan menjadi marah. Ia lalu berkata, "Kamu berdua seperti kuil-kuil. Anda tidak bisa mendengarkan ku." Segera setelah ia berkata itu, satu hal yang tidak masuk akal terjadi. Pelan-pelan, Jaka dan Dewi berubah menjadi kuil-kuil. Karena kuil-kuil berdiri di antara pari, orang-orang lalu menyebut mereka sebagai Kuil Pari.
Lutfiani Yusup
XII a 1_31
No comments:
Post a Comment